Perang Salib
(1095- 1291)
Raja Inggris, Richard si Hati Singa, tengah menggigil demam di
tendanya. Ambisinya untuk segera menghancurkan pasukan Islam harus ia tunda.
Tentara harus ia istirahatkan. Kini ia menunggu kedatangan seorang tabib. Tabib
itu ternyata adalah musuh besarnya, Salahuddin Al-Ayyubi, panglima besar pihak
Islam yang dengan berani menyusup ke tenda lawan. Secara moral, Salahuddin
telah memenangkan pertarungan.
Kisah tersebut sering dituturkan, dan menjadi salah satu cerita
paling menarik dalam peristiwa Perang Salib. Peristiwa perang antar agama ini
bermula dari sukses misi kecil militer Alp Arselan -pemimpin Seljuk yang menjadi
panglima perang Daulat Abbasiyah. Sekitar 15.000 tentaranya berhasil
mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis, Armenia, Ghuz, Akraj, Hajr dalam
pertempuran di Manzikart 464 Hijriah (1071 Masehi).
Tentara Baghdad, sepeninggal Arselan, malah merebut Yerusalem
pada 471 Hijriah atau sekitar 1078 Masehi. Sebelum itu, Yerusalem dikuasai oleh
Kekhalifahan Fathimiyah -dinasti beraliran Syi'ah yang berpusat di Kairo -
Mesir. Fathimiyah memberi keleluaasan bagi orang-orang Nasrani untuk berkunjung
ke kota suci Yerusalem. Abbasiyah di Baghdad membuat ketentuan baru yang
mempersulit kunjungan tersebut.
Pada 1095 Masehi, pemimpin tertinggi Katolik Paus Urbanus II
menyeru seluruh masyarakat Kristen di Eropa agar melakukan Perang Suci. Seruan
tersebut segera disambut oleh para raja. Musim semi 1095 Masehi -demikian tulis
Badri Yatim di "Sejarah Peradaban Islam"-150 ribu pasukan, terutama
dari Perancis dan Norman, bergerak ke Konstantinopel dan kemudian Yerusalem.
Nicea dan Edessa berhasil mereka rebut pada 18 Juni 1097 dan
1098. Mereka kemudian merebut Antiokia. Baitul Maqdis atau Yerusalem bahkan
jatuh pada 15 Juli 1099. Yerusalem bahkan dijadikan ibukota kerajaan baru.
Godfrey diangkat sebagai raja. Kota-kota penting di pantai Laut Tengah seperti
Tyre, Tripoli dan Akka juga berhasil dikuasai Pasukan Salib.
Hampir setengah abad wilayah Yerusalem dan laut Tengah itu penuh
dalam kekuasaan Kristen. Namun, pada 1144, ketenangan itu terusik. Penguasa
Mosul dan Irak, Imaduddin Zanki dan anaknya, Nuruddin Zanki merebut wilayah
Aleppo dan Edessa. Pada 1151, seluruh kawasan di Edessa berhasil mereka kuasai.
Ini mendorong Paus Eugenius III kembali menyerukan perang suci. Raja Perancis
Louis III dan Raja Jerman Condrad III memimpin pasukan menggempur kekuatan
Islam. Namun mereka kalah, dan terpaksa mundur.
Salahuddin Al-Ayyubi, panglima yang memegang kendali pasukan
setelah Nuruddin wafat, malah mencatat sukses besar. Ia mendirikan kekhalifahan
Ayyubiyah di Mesir menggantikan kekuasan Fathimiyah. Pada 1187, ia berhasil merebut
Yerusalem dan mengakhiri kekuasaan kaum Nasrani di sana selama 88 tahun.
Pasukannya juga harus berhadapan dengan kekuatan paling besar yang dikomandoi
Raja Inggris Richard, Raja Perancis Philip Augustus serta Raja Jerman Frederick
Barbarosa.
Pada 2 Nopember 1192, Salahuddin -tokoh terbesar Kurdi (bangsa
yang sekarang terbelah di tanah yang menjadi wilayah Irak, Syria, Turki dan
Iran)-menandatangani perjanjian dengan musuhnya. Ia akan memberi kemudahan kaum
Nasrani berkunjung ke Yerusalem. Namun pihak Kristen, yang dikomandoi Raja
Jerman Frederick II, kemudian mengincar kembali Yerusalem. Mereka berhasil
merebut wilayah Dimyar, pada 1219. Pengganti Salahuddin, Malik al-Kamil,
kemudian menukar Dimyar dengan Yerusalem.
Kalangan Nasrani sempat menguasai kembali Baitul Maqdis sekitar
seperempat abad. Namun, angin kembali berubah. Di Mesir, kekuasaan kekhalifahan
Ayyubiyah diakhiri oleh dinasti Mamluk. Malik al-Shalih, pemimpin Mamluk
merebut kembali Baitul Maqdis, pada 1247. Setelah itu, perang Islam-Kristen
masih terus terjadi sampai kota Akka direbut lagi pihak Islam pada 1291.
Perang Salib telah mengantarkan orang-orang Eropa dalam jumlah
besar untuk berinteraksi dengan masyarakat Islam. Interaksi tersebut membuat
mereka banyak mengadopsi peradaban dari kalangan muslim.'Bath-up' yang menjadi
tempat mandi masyarakat Barat sekarang ini, kabarnya diadopsi dari bejana
tempat berwudhu orng-orang Turki muslim. Namun Perang Salib juga melahirkan
provokasi kebencian terhadap Islam di lingkungan masyarakat Barat.